Senin, 07 Agustus 2017

CERITA SAHABAT SMA- By Eggie Nurmahabie (Mukanya bulat sempurna agak manis sedikit, seperti kue Serabiiii "bi" hehehe)

“Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa –hahaha”.
Sial sahutku pelan. Entah darimana dia dapatkan quotes setepat itu.
Bertemu terakhir kali dua tahun yang lalu, Momi tetaplah sahabat paskibraku yang kacau. Delapan tahun sudah kita berpisah semenjak SMA, tapi hati ini masih selekat karet. Aku memanggilnya momi, dan dia memanggilku bii. Romantis memang. Dulu, dia selalu menyeretku berlari dilapangan saat latihan. Susah senang bersama, makan, hingga minum air keran saat panas latihan pun dia yang ajari. Dasar kurangajar!. Kali ini, setelah duluan putus cinta dengan orang yang telah 7 tahun dipacarinya, bisa-bisanya nenek itu menasehatiku.
“Ibu dan keluarganya 100 persen gabakal ngebolehin anaknya yang ganteng itu nikah sama seorang muslim Indonesia. Paham?”. Gerutuku kesal. “Dia itu lelaki keturunan Punjab, dan berkasta Brahmin. You know what? Bahkan seorang Brahmin hanya akan menikahi Brahmin”. Masa bodo dengan peraturan India yang tidak dapat masuk alam fikirku itu. “I’am Indonesian, an I am a muslim. Apa jadinya kalo aku, dia nikahi? Bisa mati aku berdiri”.
Memakai saree, memasak, dan melakukan pooja, mungkin akan menjadi kegiatan sehari-hari. Aku, sama sekali tidak keberatan jika harus berpindah ke India dan melakukan semuanya. Apa salahnya? Aku suka. Bahkan India tergambar lebih seru dibanding kehidupan di Indonesia yang hanya itu-itu saja. Namun, walaupun kita sama-sama open minded dan ngga mentingin tuhan siapa yg disembah, seumur hidup rasanya ngga bakal aku muja-muja sapi sama gajah. No way! I love to eat them! They will kill me then! Ditambah mertua India galak yang siap memukuli menantunya karena ngga bisa masak. Lengkap sudah!.
“Takut”. Ujarku sedih.
Baru bertemu, semua cerita tumpah ruah dari rahangku yang mungil ini. Apalagi cerita utama wanita dalam hidup kalau bukan soal cinta. Yang kedua mungkin belanja.
Ya. Aku bercerita tentang pacar ilusi ku yang ada semenjak 3 tahun lalu aku pulang dari India. Kini, aku genap berusia 26 tahun dan dalam keadaan yang amat pusing karena meraba-raba cinta. Aih. Suasana hatiku saat ini sedang gamang. Antara cinta, nyaman, dan takut tidak lagi menemukan kesamaan. Antara harus percaya takdir, menunggu dengan manis, hingga berani dan memutuskan untuk berpindah hati.
Sudah tiga tahun lamanya bersua lewat telephon genggam, dia tidak juga datang menemuiku. Laki-laki yang selalu aku agung-agungkan didepan semua orang itu, tidak juga bisa cepat mengambil keputusan. Lalu apalah aku? Daripada menebak-nebak apakah dia sudah beristri atau menangis sepanjang hari. Mending kuputuskan saja laki-laki ini.
“Bii, percaya kan kalo ngga kamu doang yang sakit hatinya, banyak orang yang lebih sakit meskipun saling mencintai.. Hehe
Benar juga, gumamku. Momi memang jago menasehati dan menenangkan sahabatnya ini. Semoga ini keputusan terbaik. Well, aku disuruh tetap menjaga tali silaturahmi. Aku balas saja, Allright. Katanya kalau jodoh ngga kemana. Nah, kita lihat. Mau kemana dia? Yakan?.